08 Desember 2020

LEBIH DEKAT DENGAN AL-IMAM ASY-SYAHID SAYYID QUTHB

 

     Ketika nama Sayyid Quthb dikemukakan, mungkin banyak kalangan yang asing dengan nama beliau. Sungguh amat sangat disayangkan, padahal beliau merupakan salah satu pemikir kritis yang berani bersuara meski harus melawan maut. Untuk itu, mari ikuti kisah beliau agar kita bisa menjadi pemikir kritis dan berani berjuang demi kebenaran dan keadilan.



    Sayyid Quthb nama lengkapnya adalah Sayyid Quthb Ibrahim Husain Syadzili, Beliau lahir di perkampungan Musya, salah satu wilayah Propinsi Asyuth di dataran tinggi Mesir pada tanggal 9 Oktober 1906 .1 Sayyid Quthb adalah seorang kritikus sastra, novelis, pujangga, pemikir Islam, dan aktivis Islam Mesir paling masyhur pada abad kedua puluh. Bahkan kemasyurannya melebihi pendiri Ikhwan al-muslimin, Hasan al-Banna (1906-1949 M). Tulisannya yang menggebu mengandung citra yang kuat tentang penyakit masyarakat islam kontemporer dan idealisasi iman melalui kata-kata teks suci. Beliau adalah anak sulung dari lima bersaudara, dengan seorang saudara lelaki dan tiga saudara perempuan, yaitu Muhammad, Nafisah, Aminah, dan Hamidah. Ayahnya bernama al-Hajj Quthb Ibrahim, Ayahnya adalah seorang Partai Nasionalis Mustafa kamil dan pengelola majalah al-Liwa’ dan ibunya bernama Fatimah. 

    Beliau dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang menitik beratkan ajaran Islam dan mencintai al-Qur’an. Pendidikan Sayyid Quthb dimulai pada usia 6 tahun ketika orang tuanya sering mengirimnya ke madrasah, di samping ke sekolah tradisional al-Qur’an. Beliau belajar di sekolah lokal selama empat tahun dan hafal al-Qur’an dalam usia sepuluh tahun. Pengatahuannya tentang al-Qur’an sejak usia muda mempunyai pengaruh yang mendalam di dalam kehidupannya. 

    Setelah terjadinya Revolusi Rakyat Mesir pada tahun 1919 melawan penduduk inggris, Sayyid Quthb berangkat dari desanya menuju kairo untuk melanjutkan studi di sana. Di sana beliau berkenalan dengan sastrawan besar, Abas mahmud al-Aqqad, yang sudi membukakan untuk Sayyid Quthb pintupintu perpustakaan yang besar. Di perpustakaan tersebut, Sayyid Quthb mengambil keuntungan dari pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat pemilik perpustakaan (al-aqqad) dalam bidang sastra, kritik dan kehidupan. Kemudian beliau pun dapat mempratikkan kemampuannya dalam bidangbidang tersebut sewaktu bergabung dengan partai Ward. Quthb muda pindah ke Hulwan untuk tinggal bersama pamannya seorang jurnalis. Pada tahun 1925 M, ia masuk ke institusi diklat keguruan, dan lulus tiga tahun kemudian. 

    Pada tahun 1930, beliau masuk sebagai mahasiswa di institut Darul Ulum, setelah sebelumnya menyelesaikan tingkat Tsanawiyah (tingkat menengah) dari Tajhiziyah Darul Ulum, kemudian lulus dari perguruan tersebut pada tahun 1933 dengan meraih gelar Lc dalam bidang sastra dan diploma dalam bidang tarbiah. Setelah lulus kuliah, beliau bekerja di Depertemen Pendidikan dengan tugas sebagai tenaga pengajar di sekolah-sekolah milik Depertemen Pendidikan selama enam tahun. Setelah menjadi tenaga pengajar, Sayyid Quthb kemudian berpindah kerja sebagai pegawai kantor di Depertemen Pendidikan sebagai pemilik untuk beberapa waktu lamanya. Kemudian berpindah tugas lagi di Lembaga Pengawasan Pendidikan Umum yang terus berlangsung selama delapan tahun, sampai akhirnya kementrian mengirimnya ke Amerika untuk belajar pada tahun 1948. Beliau tinggal di Amerika Serikat selama dua tahun. Ia membagi waktunya untuk belajar di ‘’Wilson’s Teacher College’’ di Washington, ‘’Greeley College’’ di Colorado dan ‘’Stanford University’’ di California. Selama tinggal di Amerika Serikat, beliau menyaksikan kerusakankerusakan yang dibuat materialisme anti tuhan, dan spritual, sosial, dan kehidupan ekonomi masyarakat. 

    Keberangkatannya ke sana ternyata memberikan saham yang besar pada dirinya dalam menumbuhkan kesadarannya dan semangat islami yang sebenarnya, terutama sesudah ia melihat bangsa Amerika berpesta pora dengan meninggalnya Hasan al-Banna’ pada permulaan tahun 1949. Hasil studi dan pengalamannya selama di Amerika Serikat itu meluaskan wawasan pemikirannya mengenai problem-problem sosial kemasyarakatan yang ditimbulkan oleh paham materialisme yang gersang akan paham ketuhanan. Ketika kembali ke Mesir, beliau semakin yakin bahwa islamlah yang sanggup menyelamatkan manusia dari paham materialisme sehingga terlepas dari cengkraman materi yang tak pernah terpuaskan. Sekembali dari amerika, beliau mengajukan surat pengunduran diri dari pekerjaannya, untuk kemudian mencurahkan seluruh waktunya untuk dakwah dan harokah serta untuk studi dan mengarang.Kemudian beliau bergabung dengan pergerakan Islam Mesir, Ikhwan al-Muslimin. 

    Dalam jamaah ini, beliau menjadi anggota aktif dan ikut serta dalam berbagai kegiatan secara aktif, menulis berbagai artikel keislaman yang cukup berani di berbagai koran dan majalah, serta menyiapkan berbagai kajian dan studi umum keislaman. Beliau juga menjadi salah satu anggota Maktab Irsyad ‘Am dan juga menjadi ketua seksi penyebaran dakwah, serta ikut berpartisipasi di dalam memproyeksikan revolusi serta ikut berpartisipasi secara aktif dan berpengaruh pada pendahuluan revolusi. Revolusi Mesir tahun 1952 memperoleh dukungan yang semangat dari Ikhwan al-Muslimin yang memperoleh senjata serta latihan kemiliteran. 

    Pada bulan juli 1954, beliau menjadi pimpinan harian Ikhwan al-Muslimin. Akan tetapi dalam dua bulan, harian di Bredel atas perintah Presiden Mesir Kolonel Abdul Nasser, karena mengecam perjanjian (fakta) Mesir-Inggris tanggal 7 juli 1954. Sejak hari itu, Abdul Nasser menjadi semakin bermusuhan dengan Ikhwan al-Muslimin. Kemudian dengan tuduhan berkomplot untuk berbuat maka melawan pemerintah, organisasi ditutup dan para pemimpinnya ditangkap. Sayyid quthb adalah salah seorang dari mereka yang dikirim ke penjara tanpa proses pengadilan, harta mereka disita dan keluarganya diganggu. Beliau dimasukkan ke penjara dan mendapat siksaan tanpa belas kasihan. Pada tanggal 13 juli 1955, pengadilan umum (rakyat) baru memproses perkara dan menjatuhkan hukuman selama 15 tahun. Namun belum setahun, datang utusan Abdul Nasser menawarkan ‘’vonis bebas’’ dan akan memberi kedudukan tinggi di Kementrian Pendidikan jika saja Sayyid Quthb mau minta maaf. Tetapi tawaran itu ditolaknya. 



    Sayyid Quthb tinggal di beberapa penjara Mesir sampai pertengahan tahun 1964. Tiga tahun pertama dalam penjara adalah tahun-tahun penuh kekerasan mereda untuk sementara, keluarganya dibolehkan untuk menjenguknya dan beliau diberi fasilitas untuk meneruskan aktivitas menulis dan membacanya. Beliau menggunakan kesempatan ini untuk menyelesaikan tafsir Qur’annya yang berjudul fi zhilal al-Qur’an (Di Bawah Naungan alQur’an ). Pada tahun 1964, beliau dibebaskan atas permintaan Abdus Salam Arif, yang kemudian menjadi presiden irak, yang berkesempatan berkunjung ke Mesir. Setelah setahun beliau dibebaskan pada tahun 1964, ia kembali ditahan bersama dengan saudaranya Muhammad serta dua saudara wanitanya Hamidah dan Aminah. Kali ini, mereka dituduh ingin menumbangkan pemerintah dengan jalan kekerasan. Selain mereka, dua puluh ribu orang, termasuk tujuh ratus wanita juga ditangkap. 

    Tahap penyiksaan dimulai ketika Abdul Nasser kembali dari suatu kunjungan ke Moskow, di mana ia telah menyatakan bahwa Ikhwan alMuslimin telah bersekongkol untuk membunuh dan bahwa dirinya akan menghancurkan mereka. Belum setahun, hukum Mesir (No. 911, 1966) telah memberikan kekuasaan tak terbatas kepada Presiden untuk menangkap tanpa proses pengadilan siapa saja yang dianggap patut, menyita harta kekayaan dan lain-lainnya.18 Pada hari senin, 13 Jumadil Awwal 1386 atau 29 Agustus 1966, beliau (Sayyid Quthb) dan dua orang temannya (Abdul Fatah Ismail dan Muhammad Yusuf Hawwasy) menyambut panggilan Rabbnya dan syahid ditali tiang gantungan, kendatipun terdapat protes besar dari seluruh penjuru dunia islam. 

    Kembalinya Sayyid Quthb ke Mesir pada 1950 berbarengan dengan berkembangnya kritis politik Mesir yang kemudian menyebabkan terjadinya kudeta militer pada juli 1952. Selama periode inilah tulisan Quthb jadi lebih diwarnai kritik sosial dan polemik politik. Kemudian, pemahamannya mengenai visi Islam, dan interpretasinya mengenai kewajiban islam, membentuk poros perkembangan tulisannya, diantara Bukunya seperti Al- ‘Adalah Al-ijtima’iyyah fi Al-Islam (Keadilan sosial dalam Islam) (1949), Dalam buku ini beliau hendak memahami dasar-dasar reformasi sosial dan prinsip-prinsip solidaritas sosial dalam islam, juga menekankan suatu solusi terhadap dilema yang dihadapi masyarakat, yang didasarkan pada sebuah gagasan keadilan sosial islam. Ma’arakat Al-Islam wa Ar-Rasmaliyyah (Pergulatan antara islam dan kapitalisme) (1951), dan As-Salam Al-‘Alami wa Al-Islam (Perdamaian Dunia dan Islam) (1951),21 Di dalam bukunya AlTashwir al-Fanni fi al-Qur’an, Sayyid Quthb menuliskan penemuannya mengenai sebuah teori yang unik. Dengan teori ini beliau dapat mengetahui karekteristik-karakteristik umum mengenai keindahan artistik dalam alQur’an, yaitu teori-teori illustrasi artistik, yang dijadikan oleh al-Qur’an sebagai sebuah kaidah mendasar dalam mengekspresikan sesuatu serta merupakan sebuah instrumen terpilih dalam gaya al-Qur’an. 

    Segera setelah itu, memulai menafsirkan al-Qur’an, dalam tafsirnya yang bernama Fi Zhilalil Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an) yang disempurnakannya selama beliau berada dalam penjara. Karya-karya lainnya: Asywak (Duri-duri), sebuah kisah cinta yang berakhir dengan tragedi; Tifla min Qaryah (Anak dari desa), sebuah otobiografi mengenai masa kecilnya, dan Madinah al-Masyurah (Kota yang memesoan) yang mengisahkan bangunan-bangunan bersejarah dan istana kerajaan yang dibalut dalam bahasa sastra.23 Hadza al-Din (Inilah Agama) tahun 1955, Al-Mustaqbal li-Hadza al-Din (Masa Depan Berada di Tangan Agama Ini) (1956), Khasyais al-Tashawwur al-Islamiy wa Muqawwamatuhu (Ciri dan Nilai Visi Islam) tahun 1960, al-Islam wa Muskillah al-Hadharah (Islam dan Problem-problem Kebudayaan) tahun 1960 dan Ma’alim fi alThariq (Petunjuk jalan) tahun 1964. Buku yang berjudul Ma’alim fi al-Thariq adalah karya terakhir yang ditulis Sayyid Quthb sewaktu di dalam tahanan. Dalam buku ini beliau mengemukakan gagasannya tentang perlunya revolusi total, bukan sematamata pada sikap individu, namun juga pada struktur negara. Selama periode inilah, konsepsi awal negara Islamnya Sayyid Quthb mengemuka. Buku ini pula yang dijadikan bukti utama dalam sidang yang menuduhnya bersekongkol hendak menumbangkan rezim Nasser, sehingga ia menyebabkan ditahan lagi, yaitu tahun 1965.

DIMANAKAH KITA?

Industri Dirgantara: Kita Bisa Apa?

Hallo Sobat Pembangunan! Gimana Kabarnya? Semoga Baik-Baik Saja Yah😊  Kali ini ada info menarik buat Sobat Pembangunan sekalian. Yups, apal...