21 Desember 2022

Industri Dirgantara: Kita Bisa Apa?

Hallo Sobat Pembangunan! Gimana Kabarnya? Semoga Baik-Baik Saja Yah😊 

Kali ini ada info menarik buat Sobat Pembangunan sekalian. Yups, apalagi kalau bukan terkait IDF 2022. Udah pada tau belum? Yuk disimak😊

Sumber:Indonesian Development Forum 2022, Bappenas RI

Indonesian Development Forum (IDF) 2022 yang diselenggarakan pada 21-22 November 2022 di Bali telah dilaksanakan. Hal ini sejatinya merupakan momentum besar bagi seluruh pemangku industri, pemerintah, akademisi dan peneliti, dan pelaku usaha. Dalam forum yang mengusung tema "The 2045 Development Agenda: New Insdustrialization Paradigm for Indonesia's Economic Transformation" tersebut, berupaya untuk melahirkan dan mendukung ide-ide dalam dunia insdustrialisasi khususnya terkait penciptaan nilai tambah produksi, peningkatan kualitas SDM, dan respon terhadap dinamika global dan digitalisasi. Salah satu isu krusial yang menjadi topik pembahasan adalah terkait percepatan dan arah peta jalan industri kedirgantaraan Indonesia yang dibahas pada special session, dengan judul Reviving The Aerospace Industry Through Sustainable Aerocraft Project Indonesia. Sesi tersebut disampaikan oleh PT Dirgantara Indonesia sebagai perusahaan yang memproduksi maskapai penerbangan sipil, operasi militer, dan kebutuhan misi khusus.

Apa yang menarik dari Industri Kedirgantaraan Indonesia?

Sobat Pembangunan tau nggak? Ternyata, IDF 2022 kali ini juga meluncurkan Peta Jalan Pengembangan Ekosistem Industri Kedirgantaraan Indonesia 2022-2045. Hmm, padahal jika dipikir komoditas terbesar yang dimiliki Indonesia berasal dari hasil Pertanian dan Pertambangan. Lantas, mengapa Industri Kedirgantaraan ini mampu menarik perhatian pemerintah untuk menjadi penopang sistem ekonomi indonesia di masa yang akan datang?


14 Mei 2022

PELITA HARAPAN UNTUK MEREKA YANG TERLANTAR

 

PELITA HARAPAN UNTUK MEREKA YANG TERLANTAR

Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia”

 -Nelson Mandela-

Peradaban suatu bangsa sejatinya tidak akan pernah lekang dari salah satu elemen yang amat fundamental yakni Pendidikan. Persoalan-persoalan yang dihadapi suatu bangsa baik di masa kini maupun masa depan akan mampu teratasi ketika bangsa itu sendiri memiliki Pendidikan yang berkualitas. Hal ini pun sejalan dengan ungkapan Nelson Mandela, bahwa Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia. Orang yang pada awalnya hanya mampu berjalan kaki untuk berpergian, kini dengan adanya Pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan memunculkan teknologi transportasi modern yang memudahkan orang berpergian keseluruh dunia dalam waktu yang singkat. Demikian pula beberapa persoalan seperti bidang pengolahan pangan, medis, telekomunikasi, bisnis, industri, hukum, dan persoalan lainnya yang secara nyata dapat diatasi berkat adanya Pendidikan.

Dilihat dari konteks Indonesia, perjalanan sejarah mengungkapkan bahwa keadaan terbelenggunya bangsa dalam pusaran tirani penjajahan, telah mendorong Ki Hajar Dewantara untuk memaknai pendidikan secara filosofi sebagai upaya memerdekakan manusia dalam aspek lahiriah (kemiskinan dan kebodohan), dan batiniah (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik) (Sugiarta, 2019). Bahkan semangat menuntut ilmu pengetahuan inilah yang mampu melahirkan para revolusioner bangsa untuk memerdekakan Indonesia.

Dalam perkembangannya saat ini, bangsa-bangsa didunia dituntut untuk mampu melakukan pembangunan yang berkelanjutan sebagimana yang termuat dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia guna mengakhiri kemiskinan,mengurangi kesenjagan dan melindungi lingkungan. Salah satu poin yang menjadi tujuannya adalah menciptakan Pendidikan yang bermutu dengan memastikan Pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) telah secara jelas menyebutkan bahwa tujuan negara Negara Republik Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga, pemerintah sebagai pemegang mandat kekuasaan dari rakyat berkewajiban untuk mendorong dan memastikan tercapainya tujuan tersebut. Salah satunya adalah dengan menyelenggarakan Pendidikan yang inklusif dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Pemerataan Pendidikan merupakan bentuk usaha untuk menjamin mutu Pendidikan yang berkualitas dan berdaya saing guna menciptakan generasi-generasi penerus bangsa yang paripurna, unggul, berkarakter mulia dan kedepannya mampu membawa Indonesia pada titik keemasannya. Akan tetapi, hal yang diharapkan tidak semudah untuk melakukannya. Banyak tantangan dan hambatan yang masih ditemui dan belum menemukan solusi yang tepat.

Penyelenggaran Pendidikan di Indonesia masih dalam kondisi yang belum maksimal dan pemerataan Pendidikan juga belum sepenuhnya terselesaikan. Beradasarkan data yang dipublikasi oleh World Population Review, pada tahun 2021 lalu Indonesia masih berada di peringkat ke-54 dari total 78 negara yang masuk dalam pemeringkatan tingkat pendidikan dunia. Kondisi yang demikian diperparah dengan adanya berbagai praktik KKN oleh pejabat negara yang kemudian berimbas pada terhambatanya penyediaan saranan Pendidikan bagi anak-anak bangsa.

Akhir-akhir ini pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tengah memprogramkan merdeka belajar sebagai arah baru pembelajaran di masa depan. Merdeka     belajar     merupakan     program kebijakan    yang    dicanangkan   untuk mengembalikan    sistem    pendidikan    nasional kepada  esensi  undang-undang  dengan  memberi kebebasan kepada sekolah, guru dan murid untuk bebas  berinovasi,  bebas  untuk  belajar  dengan mandiri dan kreatif, dimana kebebasan berinovasi ini  harus  dimulai  dari  guru  sebagai  penggerak pendidikan nasional (Sherly, 2021).

Problematika yang kemudian dihadapi dan juga merupakan tantangan yang kompleks adalah pemerataan Pendidikan yang belum maksimal. Masih banyak anak-anak yang belum merasakan nikmatnya menempuh Pendidikan secara formal, baik disebabkan ketiadaan biaya, minimnya fasilitas, rendahnya kualitas dan kuantitas pengajar maupun masih sulitnya akses Pendidikan karena faktor daerah yang tertinggal dan terpencil.  Untuk daerah perkotaan saja masih banyak anak-anak yang tidak memiliki kesempatan untuk belajar dibangku sekolah. Diantara sekian banyak masalah yang ada, salah satunya adalah fenomena anak jalanan yang keberadaannya oleh sebagian masyarakat dianggap meresahkan dan mengganggu ketertiban umum. Padahal jika memiliki pilihan, maka mereka tidak akan memilih menjadi gelandangan dan mengemis ataupun bekerja di jalanan dalam kondisi usia yang masih belia.

Ditengah keadaan yang ada, data dari Kementerian Sosial menunjukan bahwa setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah anak-anak jalanan. Pada tahun 2017 jumlah anak jalanan masih berjumlah sekitar 36.000 orang dan saat ini jumlahnya mencapai 232.849 orang. Jika dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), anak-anak yakni yang berusia 0-18 tahun berjumlah 79,8 juta anak. Dari keseluruhan tersebut, jumlah anak-anak yang masuk kategori terlantar dan hampir terlantar mencapai 17,6 juta atau 22,14 persen. Sungguh amat disayangkan, berjuta-juta anak terlantar tersebut telah terenggut hak-haknya untuk bisa menikmati Pendidikan dan memperoleh perlindungan yang layak. 

Padahal, dalam Pasal 9 ayat (1) UU no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak–hak asasi manusia pada umumnya, seperti tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang pengesahan Convention on the Right of the Child konvensi tentang hak-hak anak (Amandemen IV, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999). Artinya, anak jalanan juga harus diberikan pendidikan guna pengembangan mental dan kecerdasan (Ilham, 2020).

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 sejatinya telah mempertimbangkan bahwa Pendidikan nasional harus menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan yang diharapkan mampu menghadapi tantangan kedepan sesuai tuntutan perubahan zaman, baik secara lokal, nasional maupun global. Oleh karena itu, harus dilakukan pembaharuan Pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan (Sherly, 2021).

Konsep kesetaraan atau pemerataan dalam pandangan Coleman (1968), memiliki arti dalam beberapa hal seperti, memberikan pendidikan gratis sampai tingkat tertentu yang merupakan titik masuk utama bagi angkatan kerja, menyediakan kurikulum umum untuk semua anak tanpa melihat dari latar belakangnya, menyediakan sekolah yang sama bagi anak-anak dengan latar belakang bidang yang berbeda-beda dan memberikan kesetaraan dalam kasih sayang (Handoyo, 2019). Konsep tersebut menjadi dasar program pemerataan atau kesetaraan dalam peningkatan kualitas Pendidikan.

Kita bisa melihat bahwa apa yang diharapkan ternyata tidak sesuai dengan keadaan yang terjadi dilapangan. Dalam fenomena sehari-hari telah terjadi diskriminasi. Dimana kaum jalanan menjadi kelompok yang termarjinalkan dan dianggap sebelah mata. Padahal kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai bakat dan potensi itu ditujukan untuk semua elemen. Akhirnya muncul ketidakadilan dan kembali kita harus melihat kondisi-kondisi di masa jahiliyah yakni yang kuat semakin kuat dan yang lemah semakin lemah. Saat ini memang telah ada beberapa komunitas yang peduli terhadap kondisi anak jalanan ini dengan membantu memberikan Pendidikan informal lewat rumah singgah ataupun kemunitas belajar kecil-kecilan. Akan tetapi, hal itu masih belum cukup untuk menjawab problem Pendidikan bagi anak jalanan. Pemerintah diharapkan mampu hadir dan menjadi pemberi solusi terhadap dinamikan permasalahan tersebut. Harus ada yang menjadi pelita untuk memancarkan cahaya ditengah gelapnya kehidupan anak-anak jalanan tersebut, karena mereka semua adalah tanggungjawab negara.

Dalam mengatasi problematika pemenuhan hak Pendidikan bagi anak jalanan ini, penulis merekomendasikan beberapa solusi. Diantaranya pemerintah bisa mengadakan pendanaan Pendidikan yang lebih untuk memberikan akses kepada kaum jalanan bersekolah disekolah formal. Pemerintah harus lebih aktif melakukan door to door untuk mendatangi para kaum jalanan ini mengajak mereka sekolah dan membiayainya secara gratis hingga lulus. Sekolah saat ini hanya mengejar pamor dan melambungkan harga setinggi langit dan melupakan amanat konstitusi. Kemudian, pemerintah bisa membentuk komunitas untuk membantu komunitas lain dalam mengayomi anak-anak jalanan ini. Bentuk kontribusi lain yang dapat dilakukan adalah melalui program kampus mengajar. Dimana para mahasiswa ditempatkan tidak hanya mengabdi di sekolah formal tetapi, juga pada kondisi-kondisi lain seperti anak jalanan ini. Dalam tulisan ini penulis mendorong kepada pemerintah, pihak swasta, masyarakat umum serta seluruh pihak terkait untuk saling bekerjasama meunutaskan persoalan Pendidikan di Indonesia, baik secara nasional maupun daerah.


REFERENSI

Handoyo, A. 2019. Faktor-Faktor Penyebab Pendidikan Tidak Merata di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Mahasiswa Yang Unggul Di Era Industri 4.0 Dan Society 5.0. 28 Desember 2019. pp.20-24.

Ilham, A.A., 2020. Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Jalanan di Kota Bengkulu Berdasarkan Hukum Positif Dan Hukum Islam. Skripsi. Fakultas Syariah Dan Hukum Institut Agama Islam Negeri Iain Bengkulu.

Sherly, S., Dharma, E. and Sihombing, H.B., 2021, August. Merdeka belajar: kajian literatur. In UrbanGreen Conference Proceeding Library. pp. 183-190.

Sugiarta, I. M. dkk. 2019.Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur). Jurna Filsafat Indonesia. 2(3):124-136.


#KampusMerdeka #KampusMengajar



08 Desember 2020

LEBIH DEKAT DENGAN AL-IMAM ASY-SYAHID SAYYID QUTHB

 

     Ketika nama Sayyid Quthb dikemukakan, mungkin banyak kalangan yang asing dengan nama beliau. Sungguh amat sangat disayangkan, padahal beliau merupakan salah satu pemikir kritis yang berani bersuara meski harus melawan maut. Untuk itu, mari ikuti kisah beliau agar kita bisa menjadi pemikir kritis dan berani berjuang demi kebenaran dan keadilan.



    Sayyid Quthb nama lengkapnya adalah Sayyid Quthb Ibrahim Husain Syadzili, Beliau lahir di perkampungan Musya, salah satu wilayah Propinsi Asyuth di dataran tinggi Mesir pada tanggal 9 Oktober 1906 .1 Sayyid Quthb adalah seorang kritikus sastra, novelis, pujangga, pemikir Islam, dan aktivis Islam Mesir paling masyhur pada abad kedua puluh. Bahkan kemasyurannya melebihi pendiri Ikhwan al-muslimin, Hasan al-Banna (1906-1949 M). Tulisannya yang menggebu mengandung citra yang kuat tentang penyakit masyarakat islam kontemporer dan idealisasi iman melalui kata-kata teks suci. Beliau adalah anak sulung dari lima bersaudara, dengan seorang saudara lelaki dan tiga saudara perempuan, yaitu Muhammad, Nafisah, Aminah, dan Hamidah. Ayahnya bernama al-Hajj Quthb Ibrahim, Ayahnya adalah seorang Partai Nasionalis Mustafa kamil dan pengelola majalah al-Liwa’ dan ibunya bernama Fatimah. 

    Beliau dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang menitik beratkan ajaran Islam dan mencintai al-Qur’an. Pendidikan Sayyid Quthb dimulai pada usia 6 tahun ketika orang tuanya sering mengirimnya ke madrasah, di samping ke sekolah tradisional al-Qur’an. Beliau belajar di sekolah lokal selama empat tahun dan hafal al-Qur’an dalam usia sepuluh tahun. Pengatahuannya tentang al-Qur’an sejak usia muda mempunyai pengaruh yang mendalam di dalam kehidupannya. 

    Setelah terjadinya Revolusi Rakyat Mesir pada tahun 1919 melawan penduduk inggris, Sayyid Quthb berangkat dari desanya menuju kairo untuk melanjutkan studi di sana. Di sana beliau berkenalan dengan sastrawan besar, Abas mahmud al-Aqqad, yang sudi membukakan untuk Sayyid Quthb pintupintu perpustakaan yang besar. Di perpustakaan tersebut, Sayyid Quthb mengambil keuntungan dari pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat pemilik perpustakaan (al-aqqad) dalam bidang sastra, kritik dan kehidupan. Kemudian beliau pun dapat mempratikkan kemampuannya dalam bidangbidang tersebut sewaktu bergabung dengan partai Ward. Quthb muda pindah ke Hulwan untuk tinggal bersama pamannya seorang jurnalis. Pada tahun 1925 M, ia masuk ke institusi diklat keguruan, dan lulus tiga tahun kemudian. 

    Pada tahun 1930, beliau masuk sebagai mahasiswa di institut Darul Ulum, setelah sebelumnya menyelesaikan tingkat Tsanawiyah (tingkat menengah) dari Tajhiziyah Darul Ulum, kemudian lulus dari perguruan tersebut pada tahun 1933 dengan meraih gelar Lc dalam bidang sastra dan diploma dalam bidang tarbiah. Setelah lulus kuliah, beliau bekerja di Depertemen Pendidikan dengan tugas sebagai tenaga pengajar di sekolah-sekolah milik Depertemen Pendidikan selama enam tahun. Setelah menjadi tenaga pengajar, Sayyid Quthb kemudian berpindah kerja sebagai pegawai kantor di Depertemen Pendidikan sebagai pemilik untuk beberapa waktu lamanya. Kemudian berpindah tugas lagi di Lembaga Pengawasan Pendidikan Umum yang terus berlangsung selama delapan tahun, sampai akhirnya kementrian mengirimnya ke Amerika untuk belajar pada tahun 1948. Beliau tinggal di Amerika Serikat selama dua tahun. Ia membagi waktunya untuk belajar di ‘’Wilson’s Teacher College’’ di Washington, ‘’Greeley College’’ di Colorado dan ‘’Stanford University’’ di California. Selama tinggal di Amerika Serikat, beliau menyaksikan kerusakankerusakan yang dibuat materialisme anti tuhan, dan spritual, sosial, dan kehidupan ekonomi masyarakat. 

    Keberangkatannya ke sana ternyata memberikan saham yang besar pada dirinya dalam menumbuhkan kesadarannya dan semangat islami yang sebenarnya, terutama sesudah ia melihat bangsa Amerika berpesta pora dengan meninggalnya Hasan al-Banna’ pada permulaan tahun 1949. Hasil studi dan pengalamannya selama di Amerika Serikat itu meluaskan wawasan pemikirannya mengenai problem-problem sosial kemasyarakatan yang ditimbulkan oleh paham materialisme yang gersang akan paham ketuhanan. Ketika kembali ke Mesir, beliau semakin yakin bahwa islamlah yang sanggup menyelamatkan manusia dari paham materialisme sehingga terlepas dari cengkraman materi yang tak pernah terpuaskan. Sekembali dari amerika, beliau mengajukan surat pengunduran diri dari pekerjaannya, untuk kemudian mencurahkan seluruh waktunya untuk dakwah dan harokah serta untuk studi dan mengarang.Kemudian beliau bergabung dengan pergerakan Islam Mesir, Ikhwan al-Muslimin. 

    Dalam jamaah ini, beliau menjadi anggota aktif dan ikut serta dalam berbagai kegiatan secara aktif, menulis berbagai artikel keislaman yang cukup berani di berbagai koran dan majalah, serta menyiapkan berbagai kajian dan studi umum keislaman. Beliau juga menjadi salah satu anggota Maktab Irsyad ‘Am dan juga menjadi ketua seksi penyebaran dakwah, serta ikut berpartisipasi di dalam memproyeksikan revolusi serta ikut berpartisipasi secara aktif dan berpengaruh pada pendahuluan revolusi. Revolusi Mesir tahun 1952 memperoleh dukungan yang semangat dari Ikhwan al-Muslimin yang memperoleh senjata serta latihan kemiliteran. 

    Pada bulan juli 1954, beliau menjadi pimpinan harian Ikhwan al-Muslimin. Akan tetapi dalam dua bulan, harian di Bredel atas perintah Presiden Mesir Kolonel Abdul Nasser, karena mengecam perjanjian (fakta) Mesir-Inggris tanggal 7 juli 1954. Sejak hari itu, Abdul Nasser menjadi semakin bermusuhan dengan Ikhwan al-Muslimin. Kemudian dengan tuduhan berkomplot untuk berbuat maka melawan pemerintah, organisasi ditutup dan para pemimpinnya ditangkap. Sayyid quthb adalah salah seorang dari mereka yang dikirim ke penjara tanpa proses pengadilan, harta mereka disita dan keluarganya diganggu. Beliau dimasukkan ke penjara dan mendapat siksaan tanpa belas kasihan. Pada tanggal 13 juli 1955, pengadilan umum (rakyat) baru memproses perkara dan menjatuhkan hukuman selama 15 tahun. Namun belum setahun, datang utusan Abdul Nasser menawarkan ‘’vonis bebas’’ dan akan memberi kedudukan tinggi di Kementrian Pendidikan jika saja Sayyid Quthb mau minta maaf. Tetapi tawaran itu ditolaknya. 



    Sayyid Quthb tinggal di beberapa penjara Mesir sampai pertengahan tahun 1964. Tiga tahun pertama dalam penjara adalah tahun-tahun penuh kekerasan mereda untuk sementara, keluarganya dibolehkan untuk menjenguknya dan beliau diberi fasilitas untuk meneruskan aktivitas menulis dan membacanya. Beliau menggunakan kesempatan ini untuk menyelesaikan tafsir Qur’annya yang berjudul fi zhilal al-Qur’an (Di Bawah Naungan alQur’an ). Pada tahun 1964, beliau dibebaskan atas permintaan Abdus Salam Arif, yang kemudian menjadi presiden irak, yang berkesempatan berkunjung ke Mesir. Setelah setahun beliau dibebaskan pada tahun 1964, ia kembali ditahan bersama dengan saudaranya Muhammad serta dua saudara wanitanya Hamidah dan Aminah. Kali ini, mereka dituduh ingin menumbangkan pemerintah dengan jalan kekerasan. Selain mereka, dua puluh ribu orang, termasuk tujuh ratus wanita juga ditangkap. 

    Tahap penyiksaan dimulai ketika Abdul Nasser kembali dari suatu kunjungan ke Moskow, di mana ia telah menyatakan bahwa Ikhwan alMuslimin telah bersekongkol untuk membunuh dan bahwa dirinya akan menghancurkan mereka. Belum setahun, hukum Mesir (No. 911, 1966) telah memberikan kekuasaan tak terbatas kepada Presiden untuk menangkap tanpa proses pengadilan siapa saja yang dianggap patut, menyita harta kekayaan dan lain-lainnya.18 Pada hari senin, 13 Jumadil Awwal 1386 atau 29 Agustus 1966, beliau (Sayyid Quthb) dan dua orang temannya (Abdul Fatah Ismail dan Muhammad Yusuf Hawwasy) menyambut panggilan Rabbnya dan syahid ditali tiang gantungan, kendatipun terdapat protes besar dari seluruh penjuru dunia islam. 

    Kembalinya Sayyid Quthb ke Mesir pada 1950 berbarengan dengan berkembangnya kritis politik Mesir yang kemudian menyebabkan terjadinya kudeta militer pada juli 1952. Selama periode inilah tulisan Quthb jadi lebih diwarnai kritik sosial dan polemik politik. Kemudian, pemahamannya mengenai visi Islam, dan interpretasinya mengenai kewajiban islam, membentuk poros perkembangan tulisannya, diantara Bukunya seperti Al- ‘Adalah Al-ijtima’iyyah fi Al-Islam (Keadilan sosial dalam Islam) (1949), Dalam buku ini beliau hendak memahami dasar-dasar reformasi sosial dan prinsip-prinsip solidaritas sosial dalam islam, juga menekankan suatu solusi terhadap dilema yang dihadapi masyarakat, yang didasarkan pada sebuah gagasan keadilan sosial islam. Ma’arakat Al-Islam wa Ar-Rasmaliyyah (Pergulatan antara islam dan kapitalisme) (1951), dan As-Salam Al-‘Alami wa Al-Islam (Perdamaian Dunia dan Islam) (1951),21 Di dalam bukunya AlTashwir al-Fanni fi al-Qur’an, Sayyid Quthb menuliskan penemuannya mengenai sebuah teori yang unik. Dengan teori ini beliau dapat mengetahui karekteristik-karakteristik umum mengenai keindahan artistik dalam alQur’an, yaitu teori-teori illustrasi artistik, yang dijadikan oleh al-Qur’an sebagai sebuah kaidah mendasar dalam mengekspresikan sesuatu serta merupakan sebuah instrumen terpilih dalam gaya al-Qur’an. 

    Segera setelah itu, memulai menafsirkan al-Qur’an, dalam tafsirnya yang bernama Fi Zhilalil Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an) yang disempurnakannya selama beliau berada dalam penjara. Karya-karya lainnya: Asywak (Duri-duri), sebuah kisah cinta yang berakhir dengan tragedi; Tifla min Qaryah (Anak dari desa), sebuah otobiografi mengenai masa kecilnya, dan Madinah al-Masyurah (Kota yang memesoan) yang mengisahkan bangunan-bangunan bersejarah dan istana kerajaan yang dibalut dalam bahasa sastra.23 Hadza al-Din (Inilah Agama) tahun 1955, Al-Mustaqbal li-Hadza al-Din (Masa Depan Berada di Tangan Agama Ini) (1956), Khasyais al-Tashawwur al-Islamiy wa Muqawwamatuhu (Ciri dan Nilai Visi Islam) tahun 1960, al-Islam wa Muskillah al-Hadharah (Islam dan Problem-problem Kebudayaan) tahun 1960 dan Ma’alim fi alThariq (Petunjuk jalan) tahun 1964. Buku yang berjudul Ma’alim fi al-Thariq adalah karya terakhir yang ditulis Sayyid Quthb sewaktu di dalam tahanan. Dalam buku ini beliau mengemukakan gagasannya tentang perlunya revolusi total, bukan sematamata pada sikap individu, namun juga pada struktur negara. Selama periode inilah, konsepsi awal negara Islamnya Sayyid Quthb mengemuka. Buku ini pula yang dijadikan bukti utama dalam sidang yang menuduhnya bersekongkol hendak menumbangkan rezim Nasser, sehingga ia menyebabkan ditahan lagi, yaitu tahun 1965.

08 November 2020

ISLAMPHOBIA: SEBUAH PERASAAN KALAH DAN TIDAK TAHU CARA UNTUK MENANG

Oleh Mukaromah

Sebuah peristiwa kelam yang terjadi pada 9 November 2001 di kota New York merupakan sejarah awal kemunculan pandangan negatif terhadap keberadaan kaum muslim di dunia. Sebuah stigma sinis yang ditunjukan pada segenap masyarakat muslim mulai berguliran dan cenderung membuat polarisasi dalam kehidupan manusia. Kejadian yang tak diharapkan di kota New York itu telah menjadi panah beracun yang senantiasa ditunjukan pada Islam. Hal ini tentunya merupakan suatu bentuk gejala kemunduran moral manusia dengan sikap menjustifikasi secara membabi buta tanpa adanya dasar yang dapat dibuktikan.

 


 

Islam dianggap sebagai sumber masalah dari kejadian-kejadian mengerikan yang tentunya tak luput dari kekerasan dan pembunuhan. Padahal, Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, agama yang penuh kedamaian dan rahmat bagi alam semesta. Lantas, mengapa selalu saja stigma-stigma negatif bahwa kekerasan, pengeboman dan penganiayaan senantiasa ditudingkan pada muslim. Sungguh, ada sebuah pembodohan besar dan penyesatan yang telah dilakukan hingga memunculkan konflik yang begitu rumit dan berkepanjangan. 

 


Islamphobia, demikian kata yang menggambarkan keruwetan kondisi tersebut. Sebuah gambaran jelas yang dituliskan dalam dua kata, yakni Islam dan fobia. Defenisi Islam tentu sudah sangatlah jelas dan tidak perlu lagi penulis kemukakan secara detail. Sedangkan, kata fobia memiliki arti perasaan takut, perasaan tidak suka, perasaan khawatir yang cenderung tidak berdasar. Secara sederhana dapatlah disimpulkan, bahwa Islamphobia adalah sebuah perilaku, sikap maupun tindakan yang menunjukan rasa benci, rasa ketakutan, dan rasa ketidaksukaan yang relatif aktif tanpa dasar terhadap keberadaan Islam. Keberadaan Islamphobia tentunya sangat membahayakan kedamaian manusia dan menjadi momok yang harus disudahi. Sayangnya, justru beberapa negara didunia saat ini malah menunjukan sikap anti Islam mereka lewat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Sebut saja beberapa kasus seperti muslim Uyghur, Ronghiya hingga muslim Khasmir di India. Negara-negara yang tidak memberikan rasa nyaman terhadap masyarakat muslim itu adalah mereka yang keberadaan Islamnya relatif minoritas.

 

Akan tetapi, sungguh disayangkan ada juga negara yang mayoritas muslim justru membeo kebijakan diskrimatif tersebut dan malah balik memusuhi Islam. Tentu saja, mereka berdalih untuk memerangi terorisme namun justru menjadi bumerang yang sewaktu-waktu akan menghancurkan negaranya sendiri. Asumsi Awal dan Paradigma Keliru Penyebab Kemunculan Islamphobia Kemuculan Islamophobia tak lepas dari adanya asumsi-asumsi yang keliru. Pertama, mereka menganggap bahwa Islam adalah agama yang tunggal, dan kurang lebih sama dimanapun. Kedua, Islam dinggap tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Ketiga, menurut para Islamphob bahwa Islam akan menghilangkan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang sudah ada sebelumnya. Terakhir, Islam disebut-sebut sebagai agama yang kuno dan menindas perempuan. Ini merupakan asumsi yang sangat fatal dan inilah hal yang selalu dijual terus menerus.

 


Islamophobia menganggap Islam sebagai agama kekerasan dan agama terorisme Mereka melihat satu kasus dimana ada teorisme yang memang benar ia seorang muslim, kemudian memukul rata semuanya dengan pikiran yang dangkal dan mengadili bahwa semua muslim adalah teroris. Padahal, faktanya tidak demikian dan muslim bukanlah teroris. Karena pada faktanya banyak orang non-muslim yang melakukan pembantaian, pengeboman dan melakukan tindakan terorisme. Bahkan, orang yang tidak beragama sekalipun juga melakukan tindakan terorisme. Sehingga, tidaklah benar jika mengaitkan agama dengan terorisme dan ini memperjelas bahwa asumsi yang tidak berdasar itu adalah sebuah pembodohan dan bentuk perasaan dari mereka yang kalah dan tidak tahu cara untuk menang. Mereka menggunakan Islam sebagai umpan hanya untuk memenuhi pragmatisme dan obsesi.

Istilah Islamphobia muncul karena ada sebuah fenomena baru yang membutuhkan penamaan. Prasangka anti muslim tumbuh begitu subur pada beberapa dekade ini sehingga menjadi wajar untuk memberikan kosa kata baru yang dapat menjelaskan kondisi tersebut. Stigma negatif anti Islam ini adalah sebuah asumsi yang berdasar pada pemikiran bahwa Islam adalah agama “inferior” dan merupakan ancaman terhadap nilai-nilai yang dominan pada sebuah masyarakat.

Sekelompok ahli hubungan antar ras dan suku bangsa di Inggris mulai membentuk sebuah komisi khusus dan mempelajari serta menganalisis Islamphobia mulai tahun 1995. Komisi yang meneliti tentang muslim di Inggris dan Islamphobia melaporkan bahwa Islam dipersepsikan sebagai sebuah ancaman, baik di dunia maupun secara khusus di Inggris. Hal ini mengacu pada kekuatan dan kebencian terhadap Islam dan berlanjut ketakutan serta rasa tidak suka pada Sebagian besar orang-orang Islam. 

Perlu dipahami, bahwa Islamphobia sendiri memiliki karakteristik sebagaimana yang dikemukakan oleh Runnymede. Dalam laporannya, Runnymede menjelaskan bahwa ada sebuah kunci untuk memahami perbedaan tersebut, yakni pandangan yang terbuka dan pandangan yang tertutup pada Islam. Fobia dan ketakutan terhadap Islam merupakan karakteristik dari pandangan yang tertutup terhadap Islam. Sedangkan, ketidaksetujuan yang logis, kritik, serta apresiasi merupakan wujud dari pandangan yang terbuka pada Islam.

Kemudian, sebuah pertanyaan besar muncul. Mengapa harus Islam? Bukankah tindakan terorisme dan praktek kekerasan tidak bisa diidentikan dengan agama? Lantas, apa alasannya hingga Islam yang dipersalahkan? Sebuah jawaban sederhana dapat dilontarkan untuk menjawab semua itu. Alasan seseorang membenci orang lain adalah sebuah bentuk perasaan kalah dan tidak mengetahui bagaimana cara untuk menang. Prasangka buruk terhadap sesuatu itu hanya dilandasi pada asumsi belaka dan ego yang tinggi. Barangkali ada segelintir pihak yang memandang Islam sebagai suatu agama yang akan menghilangkan nilai-nilai dalam budayanya, sehingga Islam dipandang sebagai ancaman yang harus dihentikan. Maka, cara terbaiknya adalah membuat setiap orang untuk membenci Islam dan pemeluknya. Sungguh, ini sebuah kondisi yang mestinya tak terjadi.

 

 Pustaka:

Kuswaya, Adang.2020.Melawan Islamphobia Penerapan Tema Qurani tentang Wasathiyyah Kasus di Maroko dan Indonesia.Jawa Tengah:Kekata Group.

22 Juni 2020

Penemuan Dunia Baru


Ketika kita berbicara tentang Amerika tentunya kita semua sudah tidak asing lagi dengan benua yang satu ini. Akan tetapi pernakah kita terpikir siapakah orang yang pertama kali menemukan benua emas ini.

Mungkin sebagian besar orang ketika ditanya hal semacam ini mereka akan menjawab bahwa orang yang pertama kali menemukan dunia baru ini (Amerika) adalah Christopher Columbus. 

 Nama Columbus sudah banyak dikenal orang sebagai penemu Amerika. Hal ini wajar saja karena dalam sebagian besar bahkan seluruh buku sejarah yang dijadikan sebagai referensi pelajaran sejarah disekolah menyebutkan bahwa Columbus adalah penemu Amerika.

Akan tetapi ada hal yang mengejutkan tentang kebenaran ini. Ternyata berdasarkan penelusuran dan catatan-catatan sejarah, sebenarnya Columbus bukanlah orang yang pertama kali menemukan Amerika. Lalu, siapakah orang yang mnemukan Amerika sebenarnya? Untuk itu mari simak tulisan saya berikut ini.


Seorang pakar geografer, fisikawan dan sejarawan Persia, Ali bin Al-Hussain Al-Mas'udi (871-957M) di dalam bukunya Muruj Adz-Dzahaba Ma'ad al-Jauhar (Hamparan Emas dan tambang Permata)menuliskan bahwa Khashkhash bin Sa'id bin Aswad, adalah seorang penjelajah Muslim dari Cordova, Spanyol, yang berhasil mencapai benua Amerika pada tahun 889 M. Semasa pemerintahan Khalifah Abdullah bin Muhammad (888-912M) di Andalusia, Khaskhas berlayar dari Pelabuhan Delbra (Palos) pada 889, menyeberangi lautan Atlantik hingga mencapai sebuah negeri yang asing (al-ardh majhul). Sekembalinya dari benua asing tersebut, dia membawa pulang barang-barang yang menakjubkan, yang diduga berasal dari benua baru yang kemudian bernama Amerika. Sejak itulah, pelayaran menembus Samudera Atlantik yang saat itu dikenal sebagai ”lautan yang gelap dan berkabut”, semakin sering dilakukan oleh pedagang dan penjelajah Muslim.


Ali al-Mas'udi, menulis:

Di samudera yang berkabut (Laut Atlantik) terdapat banyak keanehan-keanehan yang telah kami sebutkan secara rinci di kitab kami Akhbar Az-Zaman, sebagai dasar atas apa yang telah kami lihat disana, para petualang yang menembusnya dengan mempertaruhkan nyawanya, yang sebagian pulang dengan selamat, sebagian lain tewas di dalam usahanya. Kemudian seseorang penduduk dari Cordoba, yang bernama Khashkhash, mengumpulkan anak-anak muda, teman-teman sekotanya, dan pergi untuk menjelajahi samudera tersebut. Setelah waktu yang panjang, dia kembali dengan barang-barang berharga. Setiap orang Spanyol mengetahui tentang cerita ini."

Columbus sendiri mengaku dalam surat-suratnya, bahwa pada 21 Oktober 1942, ketika kapalnya berlayar dekat Gibara di pesisir timur-laut Kuba, ia melihat sebuah masjid di atas sebuah gunung yang indah. Juga telah ditemukan reruntuhan masjid dan menara dengan tulisan ayat Al Qur'an di Kuba, Mexico, Texas, dan Nevada.

Bukti jelas lainnya yang dapat kita lihat hingga kini, pada sekujur Benua Amerika terdapat kota-kota dengan nama Islami atau berakar dari bahasa Arab, bahkan dengan nama Mecca dan Medina. Dr. Youssef Mroueh, menyebutkan bahwa terdapat kota di Amerika bernama Mecca di Indiana. Serta banyak kota-kota bernama Medina, diantaranya di Idaho, Hazen, North Dakota, Tennesse, Texas, Ontario Canada, dan kota-kota lainnya.

Ini merupakan salah satu contoh bukti kebesaran Islam yang disembunyikan dunia. Entah kebesaran ini tenggelam atau atau sengaja ditenggelamkan oleh orang-orang yang fobia dengan islam.

Bukti-bukti yang telah ditemukan telah mengubah sejarah, dan setidaknya telah mengajak kita membuka mata, untuk melihat dunia lebih jauh, menelusuri sejarah islam lebih dalam.



DIMANAKAH KITA?

Industri Dirgantara: Kita Bisa Apa?

Hallo Sobat Pembangunan! Gimana Kabarnya? Semoga Baik-Baik Saja Yah😊  Kali ini ada info menarik buat Sobat Pembangunan sekalian. Yups, apal...